Rabu, 19 Juni 2013

Artikelku


PROFESI GURU, PRESTASI GURU, & GURU BERPRESTASI
Oleh: Abd. Jafar M.Nur

                 Kebodohan dan kemiskinan. Dua kondisi yang hingga saat ini belum terungkap yang mana bertindak sebagai penyebab dan yang mana sebagai akibat. Apakah dia miskin karena bodoh, atau dia badoh disebabkan oleh kemiskinan?  Untuk mendapatkan jawaban yang pasti mungkin kita akan berdebat dalam waktu yang tak terbatas. Maka, hal itu tak perlu kita lakukan. Yang jelas, kita beraksi dari lini yang berbeda.
                Pendidikan! Kita berupaya  meningkatkan kesejahteraan dengan jalan melenyapkan kebodohan, maka pendidikan berperan utama. Pembicaraan tentang pendidikan, maka guru menjadi fokus utama. Pembinaan terhadap kinerja guru agar lebih kompetitif perlu dikedepankan. Namun, penanganan implementasi pendidikan itu sendiri harus lebih universal, karena seluruh elemen pendidikan memiliki keterkaitan yang tak mungkin terpisahkan satu dengan yang lainnya.
                Menyadari bahwa pendidikan sebagai alat kemajuan bangsa, maka pendahulu kita dan para cerdikpandai yang berkecimpung dalam dunia pendidikan memanfaatkan kebenaran itu dengan melakukan langkah nyata. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebagai produk hukum dalam upaya pembenahan pendidikan di tana air meyebutkan: Pendidikan nasional adalah usaha yang secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, sikap sosial, dan keterampilan, yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
                Pendidikan dalam fungsinya mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
                Implementasi proses pendidikan itu sendiri diatur dalam suatu sistem pendidikan secara nasional, sebagai keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
                Keselarasan defenisi, tujuan, fungsi, serta sistem pendidikan tersebut patut diapresiasi. Jika ditarik garis lurus, maka akan terlihat suatu proses yang sungguh menarik, mengutamakan keterpaduan, menempatkan semagat kebersamaan, memberi kesempatan untuk pengembangan diri, yakni suasana belajar-potensi diri-secara aktif-kebijakan-berkepribadian-cerdas- terampil, serta menyempurnakan ketotalan diri dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Maka, tepat sekali bila pendidikan menjadi yang utama yang akan mampu mengangkat harkat dan martabat kita, martabat bangsa.
                Dalam konteks tersebut di atas, jelas bahwa manusia dilahirkan membawa potensi, bakat, minat, kepribadian, inteligensi, dan latar belakang budaya yang dapat dikembangkan menjadi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga ranah inilah sasaran bantuan yang menjadi harapan semua pihak kepada guru sebagai tugas profesi. Seseorang yang memilih guru sebagai lahan kerja, maka yang bersangkutan harus mampu mengolah lahannya secara professional agar bibit tanam dapat berkembang optimal. Bahkan, guru dituntut untuk pandai membaca dinamika zaman. Dalam hal yang terakhir ini, seorang guru hendaknya dapat mengikuti perkembangan yang ada melalui peningkatan, pengembangan diri secara terus menerus. Dengan kata lain guru tidak hanya fokus pada tugas rutinnya dalam bentuk belajar-mengajar, tetapi guru hendaknya mampu melakukan olah diri sebagai pribadi dan olah sosial sebagai bagian dari yang lainnya. Apabila elemen yang lain merasakan kemanfaatan dari keberadaan kita (baca: guru), maka yang bersangkutan telah melaju setingkat dari tugas rutinnya sebagai guru-menjadi prestasi guru. Prestasi dalam bidang tugas melalui tatanan kedisiplinan diri yang dapat menjadi panutan semua pihak apalagi peserta didik. Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantoro menyebutnya “Ingarso sung tulodo, ing madya mangun karso, dan tutwuri handayani.”
                Tidak berhenti sampai di situ, guru senantiasa melaju mengimbangi perubahan zaman yang bergerak tanpa henti melengkapi kematangan pola pikir, untuk bersikap dewasa dan demokratis, memiliki semangat kebangsaan yang tinggi yang membentuk pola tindak yang bijak dengan melakukan serangkaian kegiatan secara terencana, dan berkesinambungan. Kegiatan yang mampu memberi warna tersendiri terhadap penopang laju peningkatan bidang tugas sebagai guru. Upaya itu tak lain adalah mengisi otak dengan belajar, membaca, dan menulis. Jika otak diakui sebagai poros kehidupan, maka dia harus sering dioles air mineral sehingga kesejukannya tetap terasa. Lebih dari itu, dia akan menyumbangkan kehijauan yang mampu menbuat mata segar memandang. Yang mampu memikat peserta didik (generasi masa depan) demi perolehan ilmu pengetahuan yang sebanyak-banyaknya. Kita menyadari bahwa ilmu inilah harta modal yang paling berharga untuk meraih masa depan yang gemilang. Kegiatan mengisi otak dengan ilmu pengetahuan berarti menghalau kebodohan yang selama ini menghimpit erat pola hidup masyarakat. Adalah seorang Socrates mengungkapkan, “Tiada kecelakaan yang paling mencelakakan selain dari kebodohan.”
                Kita tidak akan membantah pernyataan filosof Yunani tersebut di atas, bahkan semakin jelas kenyataannya bahwa kebodohan itu sungguh mecelakakan, lebih dari itu kebodohan adalah kehinaan. Karena itu, guru yang secara langsung berhadadapan dengan calon generasi masa depan seyogyanya harus berkemampuan untuk menggiring peserta didik agar mampu menjadi modal bangsa yang tangguh demi masa depan dirinya dan masa depan bangsa sendiri dengan menempuh jalan mengisi otak melalui kegiatan belajar. Bila tidak demikian maka kita telah menghianati diri sendiri, menghianati bangsa sendiri, membiarkan badan sendiri terkungkung dalam kenistaan, membiarkan badan kurus kerempeng. Miskin otak, miskin pula badannya. Bercermin dari kenyataan ini, benarlah kalau kebodohan bertetangga dengan kemiskinan. Walaupun kita paham upaya tersebut tidak semudah membalik telapak tangan, namun, sedikit tidak kita tahu kalau kehidupan orang bodoh tidak akan memberi makna apa-apa terhadap kemajuan masyarakat, bangsa, apalagi bisa memberikan sumbangan buat kemakmuran Negara. Bahkan, menjadi beban terhadap dirinya sendiri lebih-lebih pihak lain.
                Demikian, situasi kebodohan akan melahirkan kesengsaraan. Akan tetapi, dalam kehidupan guru tak mungkin hal itu dibiarkan berlarut-larut. Guru adalah pejuang bangsa. Pemegang amanah undang-undang. Asa masyarakat seimbang dengan berat beban yang bertengger di atas pundak. Memang, kita tidak menutup mata, bahwa masih ada guru yang hanya berpuas diri setelah jabatan guru itu dapat melekat pada dirinya. Golongan guru dalam bab ini hanya pandai bersyukur karena dirinya telah menjadi guru, padahal dinamika zaman terus melaju seiring perjalanan waktu yang menggelinding tanpa henti. Namun, tidak sedikit guru melakukan pembenahan diri dengan file global. Waktu dipakai untuk terus berinovasi. Tanpa memandang halangan sebagai rintangan, tetapi bagaimana menghadapi rintangan agar kaki terus melangkah menjadi pelajaran bagi diri sendiri. Kesulitan menghadapi kodisi ini memang membutuhkan kesabaran dan semangat juang yang dahsyat. Hal itu disebabkan oleh pandangan, sikap, watak, prilaku budaya semua pihak, baik warga elite bangsa, peserta didik, masyarakat termasuk lingkungan sosial dan lingkungan alam ikut mempengaruhi. Kita tidak memahami apakah kondisi itu menjadi filter bagi guru untuk keluar sebagai pemenang? Yang jelas, bagi guru yang tidak mengenal putus asa akan selalu berupaya agar dirinya serta peserta didik dapat keluar dari lingkaran yang mengekang.
                Karena itu, prestasi demi prestasi direkat sebagai kekuatan baru sehingga yang bersangkutan dapat memindahkan file yang ada ke rekaman yang baru, dari prestasi guru menjadi guru berprestasi. Andai kita semua berpihak dalam tindakan untuk membentuk kondisi pendidikan yang kondusif, bukan tidak mungkin tugas berat guru akan terbantu. Kita semua telah melakukan inovasi pendidikan sejak lama. Kita memiliki seperangkat kebijakan, Undang-undang Sisdiknas, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Pendidikan, dan berbagai acuan lain datang silih berganti. Kita kaya aturan. Kita pasti mampu bertutwuri handayani, memberi ruang bagi peserta didik untuk  mengembangkan potensi diri, memberi ruang untuk membentuk etos kemandirian. Demikian, pemerintah melalui Kemendikbud menggelar pentas pemilihan Guru Berprestasi  yang hanya ada dalam komunitas guru yang memiliki etos kerja dan semangat kompetensi yang tinggi bukan prestasi dadakan. Kiranya sekarang tergantung kemauan dan kepedulian semua pihak menjadi masalah yang tidak dapat dipandang enteng.

                                                                          Peulis adalah Guru SMA 1 Batukliang Lombok Tengah
               




















                 

3 komentar:

  1. Mantap...saatnya para guru tanya hati, "Masih layakkah untuk digugu dan ditiru?"

    BalasHapus
  2. Siiip. kesadaran kitalah yang utama. ingat diri, ingat profesi.

    BalasHapus
  3. yang jelas proses kesadaran untuk saling mengingatkan bahwa yang dilakukan harus sesuai dengan intensional state kt masing-masing untuk berkehendak dan bertindak dan bukan hanya sekedear menginginkannya semata.

    BalasHapus

Mari berbagi...