EKSISTENSI KOMITE SEKOLAH
Oleh: Abd. Jafar M.Nur
Setetes air hujan dipastikan terjadi
erosi. Perubahan kebijakan merupakan awal sebuah proses yang berkelanjutan dan
saling mempengaruhi. Demikian yang terjadi dalam bidang pendidikan. Logis dan
wajar, karena perubahan merupakan pembaharuan ( inovasi ) dan peningkatan (
improvisasi ) yang dapat terjadi melalui tahapan-tahapan ( evolusi ) atau
secara derastis ( revolusi ). Perubahan tidak mungkin dapat dikekang selama
pengelola alam ini masih bernafas. Kebijakan sebagai pijakan sebuah perubahan
dengan proses tertentu yang mengarah kepada peningkatan dan penyempurnaan
adalah harapan semua pihak menuju masa depan yang lebih baik.
Maka, bidang pendidikan menggeliat
dengan mendesain kurikulum berbasis kompetensi ( competency base curriculum )
sebagai model langkah baru yang disepakati dengan tujuan untuk mempercepat
langkah mengejar tujuan yang diinginkan. Imbas dari gerakan ini lahir pula pola
baru dalam manajeman pendidikan yang dinamakan manajeman peningkatan mutu
berbasis sekolah ( school base quality manajemen ). Dinamika gerakan ini
mengalir deras dengan harapan sekolah lebih mandiri. Kemandirian sekolah
sebagai gerbang terbuka untuk mengatur, menggali potensi yang dimiliki oleh
sekolah termasuk pengelolaan lingkungan. Maka, manajemen sekolah
mengarahkan diri mengembangkan sayapnya dengan jalan merangkul
wali murid dan masyarakat sekitar serta tokoh-tokoh yang peduli terhadap
pendidikan. Hal itu dilakukan semata-mata berfokus untuk meningkatkan mutu
pendidikan yang berlanjut dalam suatu pengokohan formatnya melalui pembentukan
dewan pendidikan yang dikenal dengan nama Komite Sekolah.
Komite sekolah muncul berdasarkan surat keputusan Menteri
Pendidikan Nasional nomor: 044/U/2002 tanggal 25 April 2002. Lembaga ini lahir
sebagai pengganti Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan ( BP3 ) yang
dinyatakan tidak berlaku lagi setelah dikeluarkan surat keputusan tersebut. Mekanisme dan pola
kerja komite sekolah diatur sedemikian rupa yang rasionalis, kompetitif. Tidak
cukup sampai di situ, rasionalitas dan dasar pemikiran terbentuknya komite
sekolah dibarengi dengan undang-undang
dan peraturan pemerintah yang lainnya antara lain: 1). Undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, 2). Undang-undang nomor
22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang dikenal dengan otonomi daerah, 3),
Undang-undang nomor 25 tahun 1999 yang mengatur perimbangan keuangan pusat dan
daerah. 4). Peraturan pemerintah No. 25 tahun 2000 yang mengatur kewenangan pemerintah dan kewenangan
pemerintah daerah sebagai daerah otonom. Kesemuanya sebagai dukungan politik
dan landasan yuridis untuk memberdayakan satuan pendidikan melalui manajemen
berbasis sekolah.
Komite sekolah yang pembentukannya
sesuai dengan satuan pendidikan itu melalui pertemuan dan musyawarah dengan
orang tua murid, alumni, penyantun, dan unsur-unsur lain yang terkait ( stake
holder ) guna berperan aktif, bersemangat untuk memajukan penyelenggaraan
pendidikan yang tentu akan bermuara pada peningkatan mutu pendidikan. Lahirnya
komite sekolah pada setiap satuan pendidikan agar sekolah dapat tumbuh dan
berkembang sesuai harapan karena sekolah berkesempatan mengurus dirinya sendiri
( desentralisasi ) atau otonomi sekolah. UUSPN N0. 20 tahun 2003 pasal 56 ayat
3 menyatakan bahwa komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan
berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan,
arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana,
serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Dengan demikian,
sekolah selalu berkometmen untuk mengembangan kemampuannya dalam hal
menganalisis kebutuhan terutama terhadap potensi dan hasil proses
pendidikan.yang berkorelasi terhadap mutu pendidikan yang akan diperoleh.
Jadi, terbentuknya komite sekolah adalah
perwujudan pelaksanaan otonomi sekolah dan desentralisasi pendidikan sebagai
wadah untuk menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat yang berimbas
terhadap kebijakan oprasional dan program pendidikan pada setiap satuan
pendidikan. Kedinamisan operasional dan program pendidikan pada satuan
pendidikan adalah modal yang dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan peran
serta masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan. Bekal itu pula akan
melahirkan tingkat tranparansi, akuntabilitas, dan demokratisasi yang mengarah
pada peningkatan mutu pendidikan yang lebih baik.
Prosedural dan rasionalitas keberadaan
komite sekolah seperti uraian di atas, menggugah hati kita semua untuk
bertanya. Mengapa bantuan mereka selama ini selalu menjadi polemik yang tiada
berujung? Untuk menjawab pertanyaan tersebut mungkin terlebih dahulu kita
membiarkannya lepas, bebas, dalam bentuknya yang total, utuh dalam kemurniannya
tanpa ada kepentingan lain yang akan menodainya. Hal itu dapat dilakukan dengan
melihat peran dan fungsinya antara lain:
1.
Pendukung (supporting agency) memberi motivasi terhadap
penyelenggaraan pendidikan. Bentuk motivasi itu dapat berupa pemikiran, tenaga,
atau dana.
2.
Pemberi pertimbangan (advisory agency), badan ini dapat
mengajukan pertimbangan-pertimbangan terhadap program, anggaran, tenaga
pendidikan, fasilitas pendidikan, dan ikut mencari solusi terhadap permasalahan
sekolah terkait dengan upaya peningktan mutu pendidikan yang diinginkan.
3.
Pengawas ( controling agency ), pengawasan dalam hal
transparansi, akuntabilitas, sehingga terjalin kerja sama yang solid atas
manajemen keterbukaan antara sekolah dan komite sekolah.
4.
Mediator antara pemerintah dengan masyarakat,
menjembatani hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekolah sehingga
terbentuk suatu pola etika kerja yang kondusif.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
komite sekolah adalah badan yang mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan yang berarti pula dinamika masing-masing
badan ini sangat tergantung pada kondisi dan kebutuhan satuan pendidikan dimana
badan tersebut berada. Atau dengan kata lain, intensitas kepedulian dan kerja
sama antara masyarakat dengan sekolah merupakan modal dalam memberdayakannya
dengan fokus pada pemenuhan mutu yang lebih kompetitif.
Keberhasilan mensosialisasikan badan
yang baru berusia relative muda ini telah merubah sikap dan pandangan
masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Sambutan positif mereka sebagai
mitra kerja sekolah telah membuahkan hasil yang patut dibanggakan. Pembangunan
fisik sekolah misalnya, penambahan ruang kelas, pembuatan mushollah, pembuatan
pagar pembatas dan lain-lain kebutuhan sekolah telah dilakukan. Bahkan lebih
dari sekadar pembangunan fisik, masukan-masukan yang berupa saran-saran yang
patut dipertimbangkan oleh pihak sekolah demi peningkatan pelayanan selalu
datang dari komite sekolah.
Sekiranya komite sekolah sebagai salah
satu format desentralisasi pendidikan, serta otonomi daerah dapat menunjang
pendidikan sekolah sangat memungkinkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
Indonesia yang menurut catatan Human Development Index (HDI) tahun 2000 dan
2001 masih rendah akan beranjak naik
bersamaan dengan mutu pendidikan sesuai dengan harapan dan cita-cita kita
bersama menjadi kenyataan. Semoga! (Panduan dari berbagai sumber)
Penulis adalah guru SMAN 1 Batukliang
Lombok Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari berbagi...