Selasa, 23 Juli 2013

Artikel Komite Sekolah


EKSISTENSI KOMITE SEKOLAH
Oleh: Abd. Jafar M.Nur

       Setetes air hujan dipastikan terjadi erosi. Perubahan kebijakan merupakan awal sebuah proses yang berkelanjutan dan saling mempengaruhi. Demikian yang terjadi dalam bidang pendidikan. Logis dan wajar, karena perubahan merupakan pembaharuan ( inovasi ) dan peningkatan ( improvisasi ) yang dapat terjadi melalui tahapan-tahapan ( evolusi ) atau secara derastis ( revolusi ). Perubahan tidak mungkin dapat dikekang selama pengelola alam ini masih bernafas. Kebijakan sebagai pijakan sebuah perubahan dengan proses tertentu yang mengarah kepada peningkatan dan penyempurnaan adalah harapan semua pihak menuju masa depan yang lebih baik.
       Maka, bidang pendidikan menggeliat dengan mendesain kurikulum berbasis kompetensi ( competency base curriculum ) sebagai model langkah baru yang disepakati dengan tujuan untuk mempercepat langkah mengejar tujuan yang diinginkan. Imbas dari gerakan ini lahir pula pola baru dalam manajeman pendidikan yang dinamakan manajeman peningkatan mutu berbasis sekolah ( school base quality manajemen ). Dinamika gerakan ini mengalir deras dengan harapan sekolah lebih mandiri. Kemandirian sekolah sebagai gerbang terbuka untuk mengatur, menggali potensi yang dimiliki oleh sekolah termasuk pengelolaan lingkungan. Maka, manajemen sekolah mengarahkan  diri  mengembangkan sayapnya dengan jalan merangkul wali murid dan masyarakat sekitar serta tokoh-tokoh yang peduli terhadap pendidikan. Hal itu dilakukan semata-mata berfokus untuk meningkatkan mutu pendidikan yang berlanjut dalam suatu pengokohan formatnya melalui pembentukan dewan pendidikan yang dikenal dengan nama Komite Sekolah.
       Komite sekolah muncul berdasarkan surat keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor: 044/U/2002 tanggal 25 April 2002. Lembaga ini lahir sebagai pengganti Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan ( BP3 ) yang dinyatakan tidak berlaku lagi setelah dikeluarkan surat keputusan tersebut. Mekanisme dan pola kerja komite sekolah diatur sedemikian rupa yang rasionalis, kompetitif. Tidak cukup sampai di situ, rasionalitas dan dasar pemikiran terbentuknya komite sekolah dibarengi dengan undang-undang  dan peraturan pemerintah yang lainnya antara lain: 1). Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, 2). Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang dikenal dengan otonomi daerah, 3), Undang-undang nomor 25 tahun 1999 yang mengatur perimbangan keuangan pusat dan daerah. 4). Peraturan pemerintah No. 25 tahun 2000 yang mengatur  kewenangan pemerintah dan kewenangan pemerintah daerah sebagai daerah otonom. Kesemuanya sebagai dukungan politik dan landasan yuridis untuk memberdayakan satuan pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah.
        Komite sekolah yang pembentukannya sesuai dengan satuan pendidikan itu melalui pertemuan dan musyawarah dengan orang tua murid, alumni, penyantun, dan unsur-unsur lain yang terkait ( stake holder ) guna berperan aktif, bersemangat untuk memajukan penyelenggaraan pendidikan yang tentu akan bermuara pada peningkatan mutu pendidikan. Lahirnya komite sekolah pada setiap satuan pendidikan agar sekolah dapat tumbuh dan berkembang sesuai harapan karena sekolah berkesempatan mengurus dirinya sendiri ( desentralisasi ) atau otonomi sekolah. UUSPN N0. 20 tahun 2003 pasal 56 ayat 3 menyatakan bahwa komite sekolah/madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan  dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Dengan demikian, sekolah selalu berkometmen untuk mengembangan kemampuannya dalam hal menganalisis kebutuhan terutama terhadap potensi dan hasil proses pendidikan.yang berkorelasi terhadap mutu pendidikan yang akan diperoleh.
       Jadi, terbentuknya komite sekolah adalah perwujudan pelaksanaan otonomi sekolah dan desentralisasi pendidikan sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat yang berimbas terhadap kebijakan oprasional dan program pendidikan pada setiap satuan pendidikan. Kedinamisan operasional dan program pendidikan pada satuan pendidikan adalah modal yang dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan. Bekal itu pula akan melahirkan tingkat tranparansi, akuntabilitas, dan demokratisasi yang mengarah pada peningkatan mutu pendidikan yang lebih baik.
       Prosedural dan rasionalitas keberadaan komite sekolah seperti uraian di atas, menggugah hati kita semua untuk bertanya. Mengapa bantuan mereka selama ini selalu menjadi polemik yang tiada berujung? Untuk menjawab pertanyaan tersebut mungkin terlebih dahulu kita membiarkannya lepas, bebas, dalam bentuknya yang total, utuh dalam kemurniannya tanpa ada kepentingan lain yang akan menodainya. Hal itu dapat dilakukan dengan melihat peran dan fungsinya antara lain:
1.      Pendukung (supporting agency) memberi motivasi terhadap penyelenggaraan pendidikan. Bentuk motivasi itu dapat berupa pemikiran, tenaga, atau dana.
2.      Pemberi pertimbangan (advisory agency), badan ini dapat mengajukan pertimbangan-pertimbangan terhadap program, anggaran, tenaga pendidikan, fasilitas pendidikan, dan ikut mencari solusi terhadap permasalahan sekolah terkait dengan upaya peningktan mutu pendidikan yang diinginkan.
3.      Pengawas ( controling agency ), pengawasan dalam hal transparansi, akuntabilitas, sehingga terjalin kerja sama yang solid atas manajemen keterbukaan antara sekolah dan komite sekolah.
4.      Mediator antara pemerintah dengan masyarakat, menjembatani hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekolah sehingga terbentuk suatu pola etika kerja yang kondusif.
       Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa komite sekolah adalah badan yang mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efesiensi pengelolaan  pendidikan di satuan pendidikan  yang berarti pula dinamika masing-masing badan ini sangat tergantung pada kondisi dan kebutuhan satuan pendidikan dimana badan tersebut berada. Atau dengan kata lain, intensitas kepedulian dan kerja sama antara masyarakat dengan sekolah merupakan modal dalam memberdayakannya dengan fokus pada pemenuhan mutu yang lebih kompetitif.
       Keberhasilan mensosialisasikan badan yang baru berusia relative muda ini telah merubah sikap dan pandangan masyarakat terhadap pentingnya pendidikan. Sambutan positif mereka sebagai mitra kerja sekolah telah membuahkan hasil yang patut dibanggakan. Pembangunan fisik sekolah misalnya, penambahan ruang kelas, pembuatan mushollah, pembuatan pagar pembatas dan lain-lain kebutuhan sekolah telah dilakukan. Bahkan lebih dari sekadar pembangunan fisik, masukan-masukan yang berupa saran-saran yang patut dipertimbangkan oleh pihak sekolah demi peningkatan pelayanan selalu datang dari komite sekolah.
       Sekiranya komite sekolah sebagai salah satu format desentralisasi pendidikan, serta otonomi daerah dapat menunjang pendidikan sekolah sangat memungkinkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang menurut catatan Human Development Index (HDI) tahun 2000 dan 2001  masih rendah akan beranjak naik bersamaan dengan mutu pendidikan sesuai dengan harapan dan cita-cita kita bersama menjadi kenyataan. Semoga! (Panduan dari berbagai sumber)

                                                                       Penulis adalah guru SMAN 1 Batukliang
                                                                     Lombok Tengah                                                                     





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari berbagi...